Bahasa Indonesia
Untuk Bahasa Indonesia dalam kuartal ini, kami membaca novel Salah Asuhan. Novel Salah Asuhan adalah kisah seorang pemuda dari Minangkabau yang sejak kecil hidup kebiasaan Belanda. Pendidikan dari kecil sudah di sekolah Belanda, hasilnya sosok Minangkabaunya lenyap dan lahirlah seorang Barat. Novel ini sangat terkait dengan betapa kita harus cinta budaya negara kita sendiri. Tugas yang saya pilih adalah esai reflektif, perbandingan antara satu tokoh dari novel dan saya.
Aditya Wikara
Yuda Putri
Bahasa Indonesia
25/09/2012
Emosi Seorang Pria
Sangatlah sulit untuk berurusan dengan orang-orang yang memiliki kepibadian yang keras. Mereka pasti memiliki tingkat emosi yang tidak stabil dan pemikiran yang irasional. Hanafi, tokoh utama dalam Novel Salah Asuhan memiliki kepribadian yang sulit ditembus. Kebiasaan Belanda yang sudah dialaminya sejak muda sungguh telah mempengaruhi kehidupannya. Pria yang seharusnya memimpin demi kemajuan desanya sebaliknya berkembang menjadi seorang yang penuh dengan keegoisan. Identitas seorang Minangkabau sudah lenyap di hati Hanafi melainkan timbullah seorang Eropa yang sangat sombong. Sosok egois, gegabah dan keras kepala yang dimiliki Hanafi telah membawanya kedalam kesuraman hidup. Kesuraman hidupnya tidak hanya dirasakan oleh dirinya sendiri, melainkan juga menyakiti hati keluarga dan kerabat lainnya.
Keegoisan hati Hanafi yang sangat tinggi telah membawa sial dalam kehidupannya. Kesialan tersebut bukan hanya menyakiti Hanafi namun juga orang-orang yang sudah menghabiskan sekian waktu dengannya. Hal ini dikarenakan kebiasaan menempatkan diri lebih tinggi daripada orang lain. Perhatian adalah satu ciri yang sangat tidak dimiliki Hanafi, keperhatiannya terhadap orang lain sangat rendah. Hal ini dapat terlihat ketika ia meninggalkan Rapiah demi Corrie. Tindakan ini merupakan tindakan imoral yang penuh dengan keegoisan. Perasaan Rapiah tidak sekalipun terpikir oleh Hanafi sebaliknya ia hanya memikirkan kesenangannya bersama Corrie. Hal ini pun pernah saya alami sewaktu saya meninggalkan adik-adik dalam kesepian ketika orangtua saya sedang keluar. Kepergian saya dari mereka merupakan tindakan yang sangat egois karena seharusnya bukanlah kesenangan saya yang menjadi prioritas melainkan perasaan adik-adik. Sewaktu pulang saya merasa sangat bersalah terhadap kedua adik saya, akan tetapi keegoisan saya yang sangat tinggi menghentikan saya untuk meminta maaf. Keegoisan saya pada waktu itu membuat saya percaya bahwa meminta maaf akan menunjukan sisi lemah saya kepada adik-adik. Saya benar-benar merasa bersalah dan sadar atas keegoisan dalam tindakan saya terhadap adik-adik. Saya berharap akan bantuan Tuhan agar kesalahan seperti ini tidak akan terulang lagi.
Diperlukan pemikiran mendalam untuk mencapai keputusan dan tindakan yang benar. Sangat ironis bagi seorang Hanafi yang terpelajar dengan baik, akan tetapi memiliki kemampuan yang rendah dalam memutuskan tindakan yang tepat. Hal ini dikarenakan sosoknya yang sangat gegabah. Sosok gegabah yang dimiliki Hanafi telah membawanya kedalam banyak keadaan yang suram, termasuk kematiannya sendiri. Kematiannya yang dikarenakan mengkonsumsi empat butir sublimat merupakan tindakan yang sangat irasional. Padahal pemikiran terhadap anaknya, ibunya dan mantan istrinya masih harus direnung terlebih dahulu. Sosok gegabah juga merupakan satu fitur buruk yang saya miliki. Kebanyakan dari keputusan-keputusan saya merupakan tindakan yang gegabah. Urusan di meja makan pun mengakibatkan saya bertindak gegabah. Sangatlah sulit bagi saya untuk menahan emosi jika hidangan kesukaan saya dimakan oleh keluarga. Pada akhirnya emosi saya membawa saya bertindak sangat gegabah, yaitu memberusaha mengambil porsi yang lebih banyak dari keluarga. Kerugian dari tindakan ini bukan hanya kepada keluarga saya, namun saya pun dibentak oleh orangtua. Perlahan-perlahan saya sadar bahwa lebih baik untuk memberi daripada mengambil karena tidak ada kerugian dalam memberi. Saya hanya berharap saya dapat lebih bersabar dan bertindak lebih rasional dalam masa yang mendatang.
Kehidupan Hanafi dapat diibaratkan dengan peribahasa makan upas berulam racun yang berarti kehidupan dalam penderitaan. Hanafi memang telah menjalani kehidupan yang sangat suram. Salah satu faktor dalam kesuraman ini adalah sifatnya yang keras kepala. Seorang yang keras kepala tidak mungkin akan mengalah, itulah yang terjadi dengan Hanafi. Sifat keras kepalanya telah membawanya kedalam kondisi-kondisi yang sangat tidak nyaman, seperti perkawinannya dengan Rapiah. Hanafi bersikeras untuk tidak memakai pakaian tradisional Minangkabau, tindakan ini mengakibatkan kekecewaan dan kesedihan bagi pihak keluarga Rapiah. Saya pun termasuk seseorang yang keras kepala dan sifat buruk tersebut tidak saya banggakan. Menjadi seseorang yang keras kepala sungguh telah merugikan kehidupan saya. Seperti sewatku saya bersikeras dengan orangtua bahwa saya tidak ingin pergi ke sebuah undangan. Saya sangat menyesal atas tingkah laku saya kepada orangtua. Melawan kata orangtua sungguh tidak ada dampak positif, namun hanya kesengsaraan yang menunggu. Saya sangat bersyukur atas nasihat yang diberi oleh orangtua karena sekarang saya sadar bahwa lebih baik bersabar daripada keras kepala. Bersabar dapat dikatakan kunci dalam semua permasalahan yang saya hadapi. Saya berharap sosok saya yang keras kepala akan perlahan-lahan dilapisi dengan sosok yang penuh dengan kesabaran.
Seorang Hanafi merupakan seorang yang sangat identikal dengan saya. Kami berdua memilikki sosok egois, gegabah, dan keras kepala. Ketiga sifat-sifat buruk tersebut telah merugikan kehidupan kami dalam berbagai macam cara. Syukurlah bagi Hanafi, ia sadar akan dosa-dosanya sebelum ia meninggal. Kesadarannya pun menuntun ke pertobatan terhadap orang-orang yang disakiti. Begitulah pula dengan saya, saya harap sosok saya yang buruk perlahan-lahan dapat berubah agar kesuraman yang dirasakan Hanafi tidak saya alami. Memang saya masih mudah dan tidak berpengalaman, perubahan seperti ini merupakan sesuatu yang sangat sukar. Akan tetapi, dengan bantuan Tuhan apapun dapat dilakukan.
Bibliografi:
Moeis, Abdoel. Salah Asuhan. Jakarta: PT Balai Pustaka, 2010. Print.
Yuda Putri
Bahasa Indonesia
25/09/2012
Emosi Seorang Pria
Sangatlah sulit untuk berurusan dengan orang-orang yang memiliki kepibadian yang keras. Mereka pasti memiliki tingkat emosi yang tidak stabil dan pemikiran yang irasional. Hanafi, tokoh utama dalam Novel Salah Asuhan memiliki kepribadian yang sulit ditembus. Kebiasaan Belanda yang sudah dialaminya sejak muda sungguh telah mempengaruhi kehidupannya. Pria yang seharusnya memimpin demi kemajuan desanya sebaliknya berkembang menjadi seorang yang penuh dengan keegoisan. Identitas seorang Minangkabau sudah lenyap di hati Hanafi melainkan timbullah seorang Eropa yang sangat sombong. Sosok egois, gegabah dan keras kepala yang dimiliki Hanafi telah membawanya kedalam kesuraman hidup. Kesuraman hidupnya tidak hanya dirasakan oleh dirinya sendiri, melainkan juga menyakiti hati keluarga dan kerabat lainnya.
Keegoisan hati Hanafi yang sangat tinggi telah membawa sial dalam kehidupannya. Kesialan tersebut bukan hanya menyakiti Hanafi namun juga orang-orang yang sudah menghabiskan sekian waktu dengannya. Hal ini dikarenakan kebiasaan menempatkan diri lebih tinggi daripada orang lain. Perhatian adalah satu ciri yang sangat tidak dimiliki Hanafi, keperhatiannya terhadap orang lain sangat rendah. Hal ini dapat terlihat ketika ia meninggalkan Rapiah demi Corrie. Tindakan ini merupakan tindakan imoral yang penuh dengan keegoisan. Perasaan Rapiah tidak sekalipun terpikir oleh Hanafi sebaliknya ia hanya memikirkan kesenangannya bersama Corrie. Hal ini pun pernah saya alami sewaktu saya meninggalkan adik-adik dalam kesepian ketika orangtua saya sedang keluar. Kepergian saya dari mereka merupakan tindakan yang sangat egois karena seharusnya bukanlah kesenangan saya yang menjadi prioritas melainkan perasaan adik-adik. Sewaktu pulang saya merasa sangat bersalah terhadap kedua adik saya, akan tetapi keegoisan saya yang sangat tinggi menghentikan saya untuk meminta maaf. Keegoisan saya pada waktu itu membuat saya percaya bahwa meminta maaf akan menunjukan sisi lemah saya kepada adik-adik. Saya benar-benar merasa bersalah dan sadar atas keegoisan dalam tindakan saya terhadap adik-adik. Saya berharap akan bantuan Tuhan agar kesalahan seperti ini tidak akan terulang lagi.
Diperlukan pemikiran mendalam untuk mencapai keputusan dan tindakan yang benar. Sangat ironis bagi seorang Hanafi yang terpelajar dengan baik, akan tetapi memiliki kemampuan yang rendah dalam memutuskan tindakan yang tepat. Hal ini dikarenakan sosoknya yang sangat gegabah. Sosok gegabah yang dimiliki Hanafi telah membawanya kedalam banyak keadaan yang suram, termasuk kematiannya sendiri. Kematiannya yang dikarenakan mengkonsumsi empat butir sublimat merupakan tindakan yang sangat irasional. Padahal pemikiran terhadap anaknya, ibunya dan mantan istrinya masih harus direnung terlebih dahulu. Sosok gegabah juga merupakan satu fitur buruk yang saya miliki. Kebanyakan dari keputusan-keputusan saya merupakan tindakan yang gegabah. Urusan di meja makan pun mengakibatkan saya bertindak gegabah. Sangatlah sulit bagi saya untuk menahan emosi jika hidangan kesukaan saya dimakan oleh keluarga. Pada akhirnya emosi saya membawa saya bertindak sangat gegabah, yaitu memberusaha mengambil porsi yang lebih banyak dari keluarga. Kerugian dari tindakan ini bukan hanya kepada keluarga saya, namun saya pun dibentak oleh orangtua. Perlahan-perlahan saya sadar bahwa lebih baik untuk memberi daripada mengambil karena tidak ada kerugian dalam memberi. Saya hanya berharap saya dapat lebih bersabar dan bertindak lebih rasional dalam masa yang mendatang.
Kehidupan Hanafi dapat diibaratkan dengan peribahasa makan upas berulam racun yang berarti kehidupan dalam penderitaan. Hanafi memang telah menjalani kehidupan yang sangat suram. Salah satu faktor dalam kesuraman ini adalah sifatnya yang keras kepala. Seorang yang keras kepala tidak mungkin akan mengalah, itulah yang terjadi dengan Hanafi. Sifat keras kepalanya telah membawanya kedalam kondisi-kondisi yang sangat tidak nyaman, seperti perkawinannya dengan Rapiah. Hanafi bersikeras untuk tidak memakai pakaian tradisional Minangkabau, tindakan ini mengakibatkan kekecewaan dan kesedihan bagi pihak keluarga Rapiah. Saya pun termasuk seseorang yang keras kepala dan sifat buruk tersebut tidak saya banggakan. Menjadi seseorang yang keras kepala sungguh telah merugikan kehidupan saya. Seperti sewatku saya bersikeras dengan orangtua bahwa saya tidak ingin pergi ke sebuah undangan. Saya sangat menyesal atas tingkah laku saya kepada orangtua. Melawan kata orangtua sungguh tidak ada dampak positif, namun hanya kesengsaraan yang menunggu. Saya sangat bersyukur atas nasihat yang diberi oleh orangtua karena sekarang saya sadar bahwa lebih baik bersabar daripada keras kepala. Bersabar dapat dikatakan kunci dalam semua permasalahan yang saya hadapi. Saya berharap sosok saya yang keras kepala akan perlahan-lahan dilapisi dengan sosok yang penuh dengan kesabaran.
Seorang Hanafi merupakan seorang yang sangat identikal dengan saya. Kami berdua memilikki sosok egois, gegabah, dan keras kepala. Ketiga sifat-sifat buruk tersebut telah merugikan kehidupan kami dalam berbagai macam cara. Syukurlah bagi Hanafi, ia sadar akan dosa-dosanya sebelum ia meninggal. Kesadarannya pun menuntun ke pertobatan terhadap orang-orang yang disakiti. Begitulah pula dengan saya, saya harap sosok saya yang buruk perlahan-lahan dapat berubah agar kesuraman yang dirasakan Hanafi tidak saya alami. Memang saya masih mudah dan tidak berpengalaman, perubahan seperti ini merupakan sesuatu yang sangat sukar. Akan tetapi, dengan bantuan Tuhan apapun dapat dilakukan.
Bibliografi:
Moeis, Abdoel. Salah Asuhan. Jakarta: PT Balai Pustaka, 2010. Print.
Reflection
Saya memilih esai ini untuk dipakai di digiport karena memang hanya ada satu esai yang terbuat dalam kuartal ini. Untuk esai ini, menurut saya, saya sudah menulisnya dengan baik. Sudah terfokus, dan isi nya pun sudah lumayan. Saya dapat katakan ini karena nilai saya pun tidak begitu buruk. Akan tetapi, nilai masihi belum maksimal, belum membuat saya puas. Masih ada banyak hal yang dapat diperbaiki dalam esai saya. Seperti pemilihan kata dan kosa kata yang saya miliki, semua itu masih dapat ditingkatkan. Apalagi susunan kata dan koherensi kata, saya masih belum pandai dalam hal itu. Jadi itulah yang saya harus tingkatkan agar mendapatkan nilai yang lebih baik. Caranya mungkin saya harus baca lebih banyak, seperti koran atau buku. Dengan itu, bahasa Indonesia saya akan maju.
Tugas ini sangatlah berkaitan dengan AOI Community and Service. Esai ini tertulis setelah membaca buku Salah Asuhan, novel mengenai seorang Minangkabau yang diangkat sebagai orang Barat. Ia pun mengalami kehidupan yang suram. Saya tentu belajar tentang komunitas Mingkabau dan adat-adatnya. Juga tentang kebiasaan orang Barat dan bagaimana komunitas Barat mampu memberi dampak buruk kepada seorang Minangkabau. Setelah membaca novel tersebut dan menulis esai ini saya belajar bahwa kita harus bangga terhadap negara kita. Identitas dan dimana kita berasal, seharusnya dibanggakan, bukan di olok-olok karena saya sadar bahwa Indonesia adalah negara yang luar biasa. Penuh dengan tradisi, budaya dan kecantikan alam.
Saya memilih esai ini untuk dipakai di digiport karena memang hanya ada satu esai yang terbuat dalam kuartal ini. Untuk esai ini, menurut saya, saya sudah menulisnya dengan baik. Sudah terfokus, dan isi nya pun sudah lumayan. Saya dapat katakan ini karena nilai saya pun tidak begitu buruk. Akan tetapi, nilai masihi belum maksimal, belum membuat saya puas. Masih ada banyak hal yang dapat diperbaiki dalam esai saya. Seperti pemilihan kata dan kosa kata yang saya miliki, semua itu masih dapat ditingkatkan. Apalagi susunan kata dan koherensi kata, saya masih belum pandai dalam hal itu. Jadi itulah yang saya harus tingkatkan agar mendapatkan nilai yang lebih baik. Caranya mungkin saya harus baca lebih banyak, seperti koran atau buku. Dengan itu, bahasa Indonesia saya akan maju.
Tugas ini sangatlah berkaitan dengan AOI Community and Service. Esai ini tertulis setelah membaca buku Salah Asuhan, novel mengenai seorang Minangkabau yang diangkat sebagai orang Barat. Ia pun mengalami kehidupan yang suram. Saya tentu belajar tentang komunitas Mingkabau dan adat-adatnya. Juga tentang kebiasaan orang Barat dan bagaimana komunitas Barat mampu memberi dampak buruk kepada seorang Minangkabau. Setelah membaca novel tersebut dan menulis esai ini saya belajar bahwa kita harus bangga terhadap negara kita. Identitas dan dimana kita berasal, seharusnya dibanggakan, bukan di olok-olok karena saya sadar bahwa Indonesia adalah negara yang luar biasa. Penuh dengan tradisi, budaya dan kecantikan alam.