Bahasa Indonesia
Untuk Bahasa Indonesia dalam kuartal ini, kami membaca sebuah buku berjudul Anak Perawan Disarang Penyamun. Buku itu atau novel adalah mengenai sebuah anak perawan yang disamun.Bapaknya seorang pedagang dan haji dibunuh dan gadis tersebut diculik. Anak perawan itu bernama Sayu. Setelah membaca buku tersebut, ada banyak sekali tugas yang berkaitan. Ada ulangan, menulis esai dan presentasi. Pekerjaan yang saya buat contoh adalah esai argumentasi.
_ Aditya Wikara
Yuda Putri
Bahasa Indonesia 8
19/11/2011
Sifat Asli Samad
“Tak kenal maka tak sayang.” Peribahasa ini menggambarkan, jika belum mengenali seseorang, jangan menilainya karena sifat asli seseorang tak akan terlihat pada pertemuan pertama. Sifat asli bahkan tak akan terlihat pada pertemuan kedua, seseorang akan berusaha untuk menutup sifat aslinya untuk mencapai tujuannya. Itu pun yang dilakukan Samad. Sifat pengecut, licik dan bimbang membawa Samad kedalam keterpurukan hidup. Ketiga sifat tersebut merupakan sifat asli Samad terhadap Sayu, Medasing dan para penyamun.
Sifat pengecut Samad dapat digambarkan saat ia ikut bergabung pertama kali bersama Medasing, Tusin dan Sanip. Diantara para penyamun, Samad hanya seorang mata-mata yang menghasilkan sifat pengecutnya. Ketika ikut menyamun untuk pertama kali, ia kabur terlebih dulu dari Medasing, Tusin dan Sanip hanya karena mendengar suara kasar penjaga. “Ia terpijak sebuah ranting kayu yang besar. Kayu itu berderak-derak dan saat itu juga kedengaran bunyi langkah orang di atas pondok dituruti oleh suara yang kasar beberapa kali. Penyamun bertiga itu terkejut dan Samad...melarikan diri” (Syahbana, 69). Sifat pengecut bukan hanya menggagalkan rencana Medasing, juga menghasilkan kematian Tusin karena jika ia tidak kabur, ia dapat membantu Tusin. Belum pun ia melihat wajah sang penjaga, sudah kabur terlebih dulu. Sifat pengecut ini bukan hanya merugikan para penyamun tapi juga Samad karena sejak hari tersebut, tak sekali pun ia balik ke pondok untuk meminta maaf kepada Medasing. Sifat pengecut itu membawanya jauh dari pondok, jauh dari Medasing, sebaliknya sifat tersebut membawanya kedalam kehidupan suram, sesat dan sepi.
Bukan hanya seorang pengecut, Samad juga bersifat licik. Sifat licik Samad dapat ditemukan ketika ia berencana kabur dengan Sayu dan bersedia untuk mengambil bagian rampasan rekan-rekannya. Samad, yang sudah bertahun-tahun bekerja dengan para penyamun bersedia untuk melakukan hal tersebut karena sifat liciknya telah menguasai dirinya. “Dan sekarang ia kembali ke pondok akan menjemput keruntungnya; apabila temannya berempat itu masih tertidur akan diambilnya barang-barang rampasan yang terserak di kaki mereka. Pastilah akan besar hati Sayu melihat hak milik orang tuanya itu kembali” (Syahbana, 69). Kelicikan yang dimiliki Samad benar-benar telah menguasainya, Samad pun sampai berpura-pura baik agar Sayu mempercayainya bahwa ia benar-benar ingin menolongnya. Akan tetapi, kelicikan tersebut pun telah merugikannya karena jika ia memutuskan untuk tidak mengambil bagian rampasan rekan-rekannya, ia akan dapat kabur bersama Sayu. “Jalan kekerasan atau kelicikan hanya akan mengakibatkan hasil jangka pendek tetapi pada akhirnya akan merugikan” (Shandi). Kutipan tersebut menggambarkan bahwa betapa liciknya orang, pada akhirnya kelicikan tersebut akan merugikannya. Itu pun yang dialami Samad, ia terus menerus berusaha untuk kabur bersama Sayu, tapi pada akhirnya Sayu menyadari niat aslinya dan usaha Samad sia-sia.
Samad juga bersifat bimbang, bimbang yang berarti tidak memiliki prinsip. Sifat bimbang Samad dapat dibuktikan saat ia berencana untuk menikah dengan Sayu walaupun ia sudah berkeluarga. Hal ini bimbang karena belum pun ia menanyakan pendapat Sayu, ia sudah berencana untuk menikah dengan Sayu meskipun sudah berkeluarga. Hal ini dapat digambarkan pada kedua kutipan: “Di dusun Pulau Pinang ia telah beristeri dan mempunyai dua orang anak. Tetapi hal itu tidaklah dapat menahan timbul cinta-birahinya kepada Sayu yang amat cantik terpandang kepada matanya” (Syahbana, 33). Kutipan tersebut menggambarkan betapa ia memprioritaskan kecantikan Sayu daripada keluarganya di Pulau Pinang. “ Dalam hatinya telah direka-rekanya... membawanya ke daerah Kikim, supaya ia tidak dapat bersua kembali dengan orang tuanya dan disana ia akan menjadi isterinya. Maksudnya itu rupanyatidak sedikit juapun menyalahkan perasaanya” (Syahbana, 33). Sifat bimbang Samad sangat parah karena ia sampai berencana untuk menghindari orangtuanya agar mereka tidak akan melangar rencananya untuk menikah dengan Sayu. Sifat bimbangnya telah menguasai tindakannya dan perasaanya. Akan tetapi, pada akhirnya sifat bimbangnya menghasilkan hasil yang berbeda dari apa yang ia harapkan. Pada akhirnya, Samad kehilangan Sayu, keluarganya dan teman-temannya hanya kesepian yang ada bersamanya.
Dapat disimpulkan bahwa tiga sifat Samad yamg membawanya kedalam keterpurukan hidup adalah sifat pengecut, licik dan bimbang. Sifat pengecut dapat digambarkan ketika ia meninggalkan teman-temannya saat ia pertama kali ikut menyamun karena ia kabur dari lapang pertempuran tanpa memberi perlawanan. Sifat licik dapat ditemukan ketika ia bersedia mengambil bagian rampasan rekan-rekannya hanya untuk membuat Sayu puas, padahal sebenarnya ia pun sudah memiliki bagian. Sifat bimbang dapat dibuktikan saat ia berencana untuk menikah dengan Sayu walaupun sudah berkeluarga. Jadi, telah terbukti bahwa sifat pengecut, licik dan bimbang adalah sifat buruk yang telah membawa Samad kedalam kehidupan yang penuh kesepian, kesuraman dan kesedihan.
Refrensi
Gunadarma. Etika Komunikasi Pemasaran. Gunadarma. 26 Juli 2008. Web. 16 November 2011.<http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/modul_komunikasi_pemasaran/6_etika_komunikasi_pemasaran.pdf>
Alisjahbana, S Takdir. Anak Perawan di Sarang Penyamun. Jakarta: PT Dian Rakyat, 2008
Yuda Putri
Bahasa Indonesia 8
19/11/2011
Sifat Asli Samad
“Tak kenal maka tak sayang.” Peribahasa ini menggambarkan, jika belum mengenali seseorang, jangan menilainya karena sifat asli seseorang tak akan terlihat pada pertemuan pertama. Sifat asli bahkan tak akan terlihat pada pertemuan kedua, seseorang akan berusaha untuk menutup sifat aslinya untuk mencapai tujuannya. Itu pun yang dilakukan Samad. Sifat pengecut, licik dan bimbang membawa Samad kedalam keterpurukan hidup. Ketiga sifat tersebut merupakan sifat asli Samad terhadap Sayu, Medasing dan para penyamun.
Sifat pengecut Samad dapat digambarkan saat ia ikut bergabung pertama kali bersama Medasing, Tusin dan Sanip. Diantara para penyamun, Samad hanya seorang mata-mata yang menghasilkan sifat pengecutnya. Ketika ikut menyamun untuk pertama kali, ia kabur terlebih dulu dari Medasing, Tusin dan Sanip hanya karena mendengar suara kasar penjaga. “Ia terpijak sebuah ranting kayu yang besar. Kayu itu berderak-derak dan saat itu juga kedengaran bunyi langkah orang di atas pondok dituruti oleh suara yang kasar beberapa kali. Penyamun bertiga itu terkejut dan Samad...melarikan diri” (Syahbana, 69). Sifat pengecut bukan hanya menggagalkan rencana Medasing, juga menghasilkan kematian Tusin karena jika ia tidak kabur, ia dapat membantu Tusin. Belum pun ia melihat wajah sang penjaga, sudah kabur terlebih dulu. Sifat pengecut ini bukan hanya merugikan para penyamun tapi juga Samad karena sejak hari tersebut, tak sekali pun ia balik ke pondok untuk meminta maaf kepada Medasing. Sifat pengecut itu membawanya jauh dari pondok, jauh dari Medasing, sebaliknya sifat tersebut membawanya kedalam kehidupan suram, sesat dan sepi.
Bukan hanya seorang pengecut, Samad juga bersifat licik. Sifat licik Samad dapat ditemukan ketika ia berencana kabur dengan Sayu dan bersedia untuk mengambil bagian rampasan rekan-rekannya. Samad, yang sudah bertahun-tahun bekerja dengan para penyamun bersedia untuk melakukan hal tersebut karena sifat liciknya telah menguasai dirinya. “Dan sekarang ia kembali ke pondok akan menjemput keruntungnya; apabila temannya berempat itu masih tertidur akan diambilnya barang-barang rampasan yang terserak di kaki mereka. Pastilah akan besar hati Sayu melihat hak milik orang tuanya itu kembali” (Syahbana, 69). Kelicikan yang dimiliki Samad benar-benar telah menguasainya, Samad pun sampai berpura-pura baik agar Sayu mempercayainya bahwa ia benar-benar ingin menolongnya. Akan tetapi, kelicikan tersebut pun telah merugikannya karena jika ia memutuskan untuk tidak mengambil bagian rampasan rekan-rekannya, ia akan dapat kabur bersama Sayu. “Jalan kekerasan atau kelicikan hanya akan mengakibatkan hasil jangka pendek tetapi pada akhirnya akan merugikan” (Shandi). Kutipan tersebut menggambarkan bahwa betapa liciknya orang, pada akhirnya kelicikan tersebut akan merugikannya. Itu pun yang dialami Samad, ia terus menerus berusaha untuk kabur bersama Sayu, tapi pada akhirnya Sayu menyadari niat aslinya dan usaha Samad sia-sia.
Samad juga bersifat bimbang, bimbang yang berarti tidak memiliki prinsip. Sifat bimbang Samad dapat dibuktikan saat ia berencana untuk menikah dengan Sayu walaupun ia sudah berkeluarga. Hal ini bimbang karena belum pun ia menanyakan pendapat Sayu, ia sudah berencana untuk menikah dengan Sayu meskipun sudah berkeluarga. Hal ini dapat digambarkan pada kedua kutipan: “Di dusun Pulau Pinang ia telah beristeri dan mempunyai dua orang anak. Tetapi hal itu tidaklah dapat menahan timbul cinta-birahinya kepada Sayu yang amat cantik terpandang kepada matanya” (Syahbana, 33). Kutipan tersebut menggambarkan betapa ia memprioritaskan kecantikan Sayu daripada keluarganya di Pulau Pinang. “ Dalam hatinya telah direka-rekanya... membawanya ke daerah Kikim, supaya ia tidak dapat bersua kembali dengan orang tuanya dan disana ia akan menjadi isterinya. Maksudnya itu rupanyatidak sedikit juapun menyalahkan perasaanya” (Syahbana, 33). Sifat bimbang Samad sangat parah karena ia sampai berencana untuk menghindari orangtuanya agar mereka tidak akan melangar rencananya untuk menikah dengan Sayu. Sifat bimbangnya telah menguasai tindakannya dan perasaanya. Akan tetapi, pada akhirnya sifat bimbangnya menghasilkan hasil yang berbeda dari apa yang ia harapkan. Pada akhirnya, Samad kehilangan Sayu, keluarganya dan teman-temannya hanya kesepian yang ada bersamanya.
Dapat disimpulkan bahwa tiga sifat Samad yamg membawanya kedalam keterpurukan hidup adalah sifat pengecut, licik dan bimbang. Sifat pengecut dapat digambarkan ketika ia meninggalkan teman-temannya saat ia pertama kali ikut menyamun karena ia kabur dari lapang pertempuran tanpa memberi perlawanan. Sifat licik dapat ditemukan ketika ia bersedia mengambil bagian rampasan rekan-rekannya hanya untuk membuat Sayu puas, padahal sebenarnya ia pun sudah memiliki bagian. Sifat bimbang dapat dibuktikan saat ia berencana untuk menikah dengan Sayu walaupun sudah berkeluarga. Jadi, telah terbukti bahwa sifat pengecut, licik dan bimbang adalah sifat buruk yang telah membawa Samad kedalam kehidupan yang penuh kesepian, kesuraman dan kesedihan.
Refrensi
Gunadarma. Etika Komunikasi Pemasaran. Gunadarma. 26 Juli 2008. Web. 16 November 2011.<http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/modul_komunikasi_pemasaran/6_etika_komunikasi_pemasaran.pdf>
Alisjahbana, S Takdir. Anak Perawan di Sarang Penyamun. Jakarta: PT Dian Rakyat, 2008
Refleksi
Untuk esai saya percaya saya telah melakukan sebaiknya. Saya dapat lumayan bagus di nilai. Hal yang kurang dalam esai tersebut adalah pemilihan kata dalam esai atau kosakata. Tapi saya memang kurang dalam bidang itu. Untuk memperbaiki eror itu saya harus lebih banyak membaca buku bahasa Indonesia. Dalam tugas ini, IB learner profile yang saya telah menunjuk adalah knowledgeable dan thinker karena saya dapat membuat esai seperti ini dengan ilmu saya, maksudnya saya kan kurang dalam kosakata tapi masih dapat bisa membuat esainya. Fundamental Concept yang telah saya tunjuk adalah communication karena sebelum mengirim draf terakhir, saya harus berkomunikasi dengan guru agar bisa membuat esai lebih baik.
Untuk esai saya percaya saya telah melakukan sebaiknya. Saya dapat lumayan bagus di nilai. Hal yang kurang dalam esai tersebut adalah pemilihan kata dalam esai atau kosakata. Tapi saya memang kurang dalam bidang itu. Untuk memperbaiki eror itu saya harus lebih banyak membaca buku bahasa Indonesia. Dalam tugas ini, IB learner profile yang saya telah menunjuk adalah knowledgeable dan thinker karena saya dapat membuat esai seperti ini dengan ilmu saya, maksudnya saya kan kurang dalam kosakata tapi masih dapat bisa membuat esainya. Fundamental Concept yang telah saya tunjuk adalah communication karena sebelum mengirim draf terakhir, saya harus berkomunikasi dengan guru agar bisa membuat esai lebih baik.