Cerpen: Pahlawan Indonesia
Ini adalah cerpen, cerita pendek tentang Pahlawan Indonesia.
Pahlawan Indonesia
Aditya Wikara
Bahasa Indonesia 7.2
Chrismy Nella S.
29/09/2010
Pada jaman perang Belanda 1858, di sebuah gubuk, tinggalah seorang anak lelaki bernama Kolonello. Kolonello sudah kehilangan orangtuanya, kakak dan adiknya dalam perang. Ia tidak bisa melupakan kejadian ketika keluarganya tewas di depannya.
Saat itu Kolonello masih kecil, dan tiba-tiba prajurit datang untuk mengambil kekayaan desa Kolonello. Orangtuanya segera memerintahkannya untuk bersembunyi. Kolonello segera bersembunyi di bawah tempat tidurnya, ia dapat mendengarkan suara teriakan warga desa dan suara pistol. Kolonello merinding ketakutan, wajahnya pucat seperti salju.
“Saya tidak mau mati,” gumam Kolonello kepada hatinya.
Beberapa saat kemudian, ia mendengar suara langkah kaki yang mendekatinya. Wajahnya semakin pucat dan ia mulai berkeringat. Kolonello dapat melihat kaki-kaki pasukan orang Belanda berada di depan kasurnya.
“Jangan mendekat, jangan mendekat.”
Pasukan Belanda mendekati kasurnya dan mengarahkan pistol mereka ke kasur tersebut. “Duar”! Terdengar suara dari luar, suara itu seperti gajah melompat dari langit. Pasukan Belanda terkejut dan segera keluar dari rumah Kolonello. Kolonello merasa lega, rasa ketakutannya hilang dan ia tertidur lelap.
Keesokan harinya, Kolonello keluar dan melihat desanya hancur. Ia dapat melihat banyak mayat yang seperti telah hangus terbakar. Kolonello berjalan mengelilingi desa lalu ia dapat melihat kubangan besar di tengah-tengah desanya.
“Mungkinkah telah ada ledakan bom?”
Kolonello tercengang, wajahnya pucat dan ia menyadari suatu hal yang buruk.
“Dimana orangtuaku?”
Dengan wajah khawatir, ia lari mencari orangtuanya. Kolonello pergi ke setiap rumah di desa, orangtuanya tidak ada. Ia kemudian menyari di ladang, Kolonello berjalan dan melihat dua mayat. Ia jatuh berlutuh dan menangis. Kedua mayat tersebut adalah kedua orangtuanya yang telah meninggal.
“Bagaimana ini bisa terjadi? Seharusnya orang Belanda tidak datang! Teganya mereka membunuh semua orang di desaku!”
Setelah kejadian itu Kolonello ingin menjadi prajurit Banjarmasin. Desa Sukamju, desa Kolonello, berada dekat kota Banjarmasin. Banjarmasin adalah pusat militer Banjar, disana prajurit dilatih untuk melawan tentara Belanda.
Sepuluh tahun kemudian, saat Kolonello sudah berumur dua puluh dua…
“Sepertinya aku sudah cukup kuat untuk masuk dalam pasukan Indonesia!”
Kolonello mulai bersiap untuk pergi ke istana Banjarmasin. Ia membawa persiapan makanan untuk dua hari dan sebuah bambu runcing untuk perlindungan. Sesudah siap, Kolonello berangkat.
Perjalanannya ke Banjarmasin melewati gunung dan sungai. Walaupun panjang akan tetapi, Kolonello tidak putus asa. Setelah 3 hari, ia sampai di kota Banjar. Keadaan di kota sangat berbeda dengan di desa. Suasana disana sangat ramai. Kolonello pun ragu, tidak tahu harus kemana. Karena keraguannya, ia bertanya seorang penjual buah.
“Permisi, dimanakah letaknya istana Banjar?”
“Mengapa aku harus memberi tahu? Lagipula kamu dari mana? Mungkinkah kamu mata-mata Belanda? Tolong-tolong! Ia mata-mata!”
Dengan sekejap, Kolonello dapat melihat banyak orang yang menatapnya dengan curiga.
“Bukan! Saya bukan mata-mata!”
“Bohong, serang dia!”
Beberapa orang kemudian berkumpul di sekitarnya dan memukulinya dengan kayu, sapu dan berbagai macam barang.
“Berhenti! Ada keributan apa disini?”
“Baginda, orang ini adalah mata-mata Belanda.”
“Bagaimana kau tahu itu?”
“Dari pakaiannya yang aneh itu dan senjatanya baginda.”
Kolonello lalu termangu-mangu.
“Mengapa orang ini sangat dihormati?” pikir Kolonello.
Orang itu lalu melihat wajah Kolonello. Ia tersenyum dan berkata.
“Kau salah, ia bukan mata-mata. Mungkin ia memakai pakaian yang aneh tapi aku bisa lihat bahwa anak itu bersifat murah hati. Ia pun tidak mirip dengan orang Belanda. Anak muda, siapa engkau dan apa yang engkau mau di kota ini?”
“Saya adalah Kolonello. Saya datang dari Desa Sukamajau untuk bergabung pasukan Banjar. Saya bukan mata-mata Belanda. Orangtuaku dibunuh militer Belanda dan saya ingin membalas dendam.”
“Jadi begitu, Kolonello saya adalah Pangeran Antasari, pemimpin militer dan saya menerima kau di militer Banjar.” kata Antasari.
Kolonello tercengang dan menjawab, “Terima kasih Banginda!”
“Bawalah barang-barangmu dan ikutilah aku.”
“Baiklah!”
Kolonello mengikuti Pangeran Antasari ke sebuah rumah.
“Ini akan menjadi rumahmu di Banjar. Setiap hari jam 7 pagi, pergilah ke lapangan untuk berlatih.”
“Baiklah baginda!”
Keesokan harinya, Kolonello bangun pagi-pagi dan bersiap untuk latihan. Lapangan yang disebut Pangeran Antasari tidak terlalu jauh dari rumahnya. Setelah berjalan, Kolonello sampai ke tempat tujuan. Ia dapat melihat ratusan prajurit yang telah berbaris. Diantara semua prajurit, berdirilah Pangeran Antasari.
“Pangeran, saya sudah datang.”
“Baiklah! Barislah bersama prajurit lain.”
Latihan sangat berat, tapi Kolonello dapat menahan kelelahannya. Tiap hari, ia berlatih keras. Setelah satu tahun ia menjadi pemimpin peleton 1 atas kemampuan menyusun strategi dan keberaniannya. Kolonello merasa bangga atas apa yang ia dapat mencapai.
Pada siang hari setelah latihan…
“Kolonello!”
“Ia, Bagainda!”
“Pasukan patroli kita sudah melihat pasukan Belanda di sekitar hutan. Saya ingin kamu menyerbu orang-orang Belanda itu. Pergilah dengan pasukanmu!” suruh Antasari.
“Baiklah Baginda!”
Kolonello mengumpulkan prajuritnya dan menyusun strategi.
“Kalian bertiga akan berjalan menuju utara dan kami akan diam-diam menyerang dari belakang.”
“Baik kapten!”
“Serang!” teriak Kolonello.
Pasukan Belanda terkejut tapi mereka tidak menyerah. Salah satu prajurit mengarahkan pistol ke Kolonello tapi prajurit Kolonello melempar pisau yang menjatuhkan pistol tersebut. Terdengar suara teriakan prajurit dan benturan pedang. Pasukan Kolonello terus menyerbu dan akhirnya mereka terpojok.
” Ga en versleten de anderen!!!” teriak prajurit Belanda.
Kolonello kelimpungan, sebab ia tidak tahu bahasa Belanda. Tiba-tiba seorang prajurit Belanda berlari menuju hutan. Kolonello kemudian sadar apa yang dimaksud prajurit Belanda itu.
“Cepat kejar dia! Jangan sampai dia melapor kepada atasannya!!”
2 prajurit mengejar prajurit tersebut kedalam hutan. Kolonello segera mengepung sisa prajurit dan mereka tertangkap. Kolonello dan prajuritnya membawa orang-orang Belanda ke Istana Banjar. Mereka ditanya tentang kondisi militer Belanda.
“ Saya sangat bangga dengan kamu Kolonello, strategimu sangat efektif dan sekarang kita mendapatkan informasi tentang militer Belanda.”
“Terima kasih baginda, akan tetapi sebuah prajurit dapat kabur. Saya telah mengirim prajurit saya untuk mencari dia.”
“Baiklah, sekarang istirahat, sebab siapa tahu prajurit itu berhasil kabur.”
“Baiklah.”
Kolonello menuju ke rumahnya tapi tidak dapat tertidur. Ia terus berpikir tentang prajurit yang kabur.
“Bagaimana jika ia berhasil kabur dan telah melapor kepada seluruh militer?”
Kolonello terus berpikir dan pikir sampai malam. Tanpa kesadarannya, ia jatuh tertidur. Ketika telah larut malam, terdengar teriakan ratusan prajurit dari luar. Salah satu prajurit Kolonello datang ke rumahnya dan membangunnya.
“Kapten Kolonello, pasukan Belanda telah datang tiba-tiba! Prajurit yang telah kabur itu berhasil dan telah membawa seluruh militer Belanda!”
“Apa? Dimana Pangeran Antasari?”
“Pemimpin sudah membawa pasukan ke medan perang!”
“Baiklah, ayo kita pergi!”
Kolonello dan pasukannya segera mengejar Pangeran Antasari. Keadaan sangat buruk. Banyak korban telah tewas. Jumlah pasukan Belanda sedikit, tapi senjata mereka sangat kuat. Akan tetapi, pasukan Banjar tidak kalah semangat. Mereka pantang menyerah dan tetap berjuang.
Ketika Kolonello sampai, ia segera mengetahui bahwa pasukan Belanda terlalu tangguh.
“Pangeran, mereka terlalu kuat, ijinkan saya membawa beberapa prajurit untuk menyerang dari belakang.”
“Jangan! Itu terlalu beresiko, mereka akan melihat kamu sebelum bisa menyerang.”
“Tapi saya akan membawa prajurit melewati sungai di hutan. Disitulah saya akan menyerang.”
“Apakah ada sungai di sekitar sini?”
“Ia, ketika saya datang ke Banjar, saya melewati sebuah sungai di hutan.”
“Baiklah, saya ijinkan.”
Kolonello membawa 150 prajurit untuk kembali ke istana. Ini membuat pasukan Belanda berpikir bahwa Banjar telah menyerah.
“Charge! Charge! Ze zijn zwak! Ze trekken zich terug! We zullen ze fijn!” teriak orang Belanda.
Rencana Kolonello berjalan lancar dan ia telah mencapai tujuannya, yaitu berada di belakang pasukan Belanda.
“Serang!” teriak Kolonello
Pasukan Belanda terkejut dan mereka mengarahkan senjata ke Kolonello. Akan tetapi pasukan yang dipimpin Antasari juga menyerbu. Rencana Kolonello berhasil dan Belanda melarikan diri. Kolonello dan prajuritnya berjalan menuju lokasi Pangeran Antasari.
“Kau hebat sekali Kolonello! Rencanamu sukses dan kita menang!”
“Terima kasih baginda.”
Seluruh prajurit sudah merayakan kemenangan mereka. Tapi Kolonello dapat melihat seorang prajurit Belanda yang tidak melarikan diri dan sedang mengarahkan pistol kepada pangeran. “Dor!” Seluruh tentara terkejut, peluru yang seharusnya mengenai pangeran telah mengenai Kolonello. Dengan sisa tenaga Kolonello, ia berkata.
“Maafkan saya Baginda, tapi saya akan mati. Tetaplah menjadi pemimpin yang hebat.”
“Tidak!! Jangan mati! Cepat, bawa dia kembali ke istana!”
Tapi ketika Kolonello telah dibawa ke istana, ia telah meninggal. Tetes air mata jatuh dari banyak prajurit, warga, maupun Pangeran Antasari. Sesudah ia dimakamkan, pangeran memberi pidato.
“Kolonello, ialah prajurit yang hebat. Semangatnya yang membara membawa kemenangan. Sekarang ia telah tiada. Pemuda yang telah berjuang sampai akhir, Ia adalah pahlawan sejati yang telah berperang sampai titik darah terakhir. “
TAMAT
Reflection:
Ini adalah cerpen tentang sebuah anak lelaki yang telah menjadi pahlawan. Dalam cerpen ini, saya bekerja sangat keras, membacanya berulang-ulang untuk membuatnya bagus. Setelah mengoreksi cerpennya, saya mendapatkan cerpen ini yang diatas. Skorku juga lumayan, saya kira akan dapat nilai jelek sebab tulisanku jelek tapi ternyata tidak buruk sekali.
Aditya Wikara
Bahasa Indonesia 7.2
Chrismy Nella S.
29/09/2010
Pada jaman perang Belanda 1858, di sebuah gubuk, tinggalah seorang anak lelaki bernama Kolonello. Kolonello sudah kehilangan orangtuanya, kakak dan adiknya dalam perang. Ia tidak bisa melupakan kejadian ketika keluarganya tewas di depannya.
Saat itu Kolonello masih kecil, dan tiba-tiba prajurit datang untuk mengambil kekayaan desa Kolonello. Orangtuanya segera memerintahkannya untuk bersembunyi. Kolonello segera bersembunyi di bawah tempat tidurnya, ia dapat mendengarkan suara teriakan warga desa dan suara pistol. Kolonello merinding ketakutan, wajahnya pucat seperti salju.
“Saya tidak mau mati,” gumam Kolonello kepada hatinya.
Beberapa saat kemudian, ia mendengar suara langkah kaki yang mendekatinya. Wajahnya semakin pucat dan ia mulai berkeringat. Kolonello dapat melihat kaki-kaki pasukan orang Belanda berada di depan kasurnya.
“Jangan mendekat, jangan mendekat.”
Pasukan Belanda mendekati kasurnya dan mengarahkan pistol mereka ke kasur tersebut. “Duar”! Terdengar suara dari luar, suara itu seperti gajah melompat dari langit. Pasukan Belanda terkejut dan segera keluar dari rumah Kolonello. Kolonello merasa lega, rasa ketakutannya hilang dan ia tertidur lelap.
Keesokan harinya, Kolonello keluar dan melihat desanya hancur. Ia dapat melihat banyak mayat yang seperti telah hangus terbakar. Kolonello berjalan mengelilingi desa lalu ia dapat melihat kubangan besar di tengah-tengah desanya.
“Mungkinkah telah ada ledakan bom?”
Kolonello tercengang, wajahnya pucat dan ia menyadari suatu hal yang buruk.
“Dimana orangtuaku?”
Dengan wajah khawatir, ia lari mencari orangtuanya. Kolonello pergi ke setiap rumah di desa, orangtuanya tidak ada. Ia kemudian menyari di ladang, Kolonello berjalan dan melihat dua mayat. Ia jatuh berlutuh dan menangis. Kedua mayat tersebut adalah kedua orangtuanya yang telah meninggal.
“Bagaimana ini bisa terjadi? Seharusnya orang Belanda tidak datang! Teganya mereka membunuh semua orang di desaku!”
Setelah kejadian itu Kolonello ingin menjadi prajurit Banjarmasin. Desa Sukamju, desa Kolonello, berada dekat kota Banjarmasin. Banjarmasin adalah pusat militer Banjar, disana prajurit dilatih untuk melawan tentara Belanda.
Sepuluh tahun kemudian, saat Kolonello sudah berumur dua puluh dua…
“Sepertinya aku sudah cukup kuat untuk masuk dalam pasukan Indonesia!”
Kolonello mulai bersiap untuk pergi ke istana Banjarmasin. Ia membawa persiapan makanan untuk dua hari dan sebuah bambu runcing untuk perlindungan. Sesudah siap, Kolonello berangkat.
Perjalanannya ke Banjarmasin melewati gunung dan sungai. Walaupun panjang akan tetapi, Kolonello tidak putus asa. Setelah 3 hari, ia sampai di kota Banjar. Keadaan di kota sangat berbeda dengan di desa. Suasana disana sangat ramai. Kolonello pun ragu, tidak tahu harus kemana. Karena keraguannya, ia bertanya seorang penjual buah.
“Permisi, dimanakah letaknya istana Banjar?”
“Mengapa aku harus memberi tahu? Lagipula kamu dari mana? Mungkinkah kamu mata-mata Belanda? Tolong-tolong! Ia mata-mata!”
Dengan sekejap, Kolonello dapat melihat banyak orang yang menatapnya dengan curiga.
“Bukan! Saya bukan mata-mata!”
“Bohong, serang dia!”
Beberapa orang kemudian berkumpul di sekitarnya dan memukulinya dengan kayu, sapu dan berbagai macam barang.
“Berhenti! Ada keributan apa disini?”
“Baginda, orang ini adalah mata-mata Belanda.”
“Bagaimana kau tahu itu?”
“Dari pakaiannya yang aneh itu dan senjatanya baginda.”
Kolonello lalu termangu-mangu.
“Mengapa orang ini sangat dihormati?” pikir Kolonello.
Orang itu lalu melihat wajah Kolonello. Ia tersenyum dan berkata.
“Kau salah, ia bukan mata-mata. Mungkin ia memakai pakaian yang aneh tapi aku bisa lihat bahwa anak itu bersifat murah hati. Ia pun tidak mirip dengan orang Belanda. Anak muda, siapa engkau dan apa yang engkau mau di kota ini?”
“Saya adalah Kolonello. Saya datang dari Desa Sukamajau untuk bergabung pasukan Banjar. Saya bukan mata-mata Belanda. Orangtuaku dibunuh militer Belanda dan saya ingin membalas dendam.”
“Jadi begitu, Kolonello saya adalah Pangeran Antasari, pemimpin militer dan saya menerima kau di militer Banjar.” kata Antasari.
Kolonello tercengang dan menjawab, “Terima kasih Banginda!”
“Bawalah barang-barangmu dan ikutilah aku.”
“Baiklah!”
Kolonello mengikuti Pangeran Antasari ke sebuah rumah.
“Ini akan menjadi rumahmu di Banjar. Setiap hari jam 7 pagi, pergilah ke lapangan untuk berlatih.”
“Baiklah baginda!”
Keesokan harinya, Kolonello bangun pagi-pagi dan bersiap untuk latihan. Lapangan yang disebut Pangeran Antasari tidak terlalu jauh dari rumahnya. Setelah berjalan, Kolonello sampai ke tempat tujuan. Ia dapat melihat ratusan prajurit yang telah berbaris. Diantara semua prajurit, berdirilah Pangeran Antasari.
“Pangeran, saya sudah datang.”
“Baiklah! Barislah bersama prajurit lain.”
Latihan sangat berat, tapi Kolonello dapat menahan kelelahannya. Tiap hari, ia berlatih keras. Setelah satu tahun ia menjadi pemimpin peleton 1 atas kemampuan menyusun strategi dan keberaniannya. Kolonello merasa bangga atas apa yang ia dapat mencapai.
Pada siang hari setelah latihan…
“Kolonello!”
“Ia, Bagainda!”
“Pasukan patroli kita sudah melihat pasukan Belanda di sekitar hutan. Saya ingin kamu menyerbu orang-orang Belanda itu. Pergilah dengan pasukanmu!” suruh Antasari.
“Baiklah Baginda!”
Kolonello mengumpulkan prajuritnya dan menyusun strategi.
“Kalian bertiga akan berjalan menuju utara dan kami akan diam-diam menyerang dari belakang.”
“Baik kapten!”
“Serang!” teriak Kolonello.
Pasukan Belanda terkejut tapi mereka tidak menyerah. Salah satu prajurit mengarahkan pistol ke Kolonello tapi prajurit Kolonello melempar pisau yang menjatuhkan pistol tersebut. Terdengar suara teriakan prajurit dan benturan pedang. Pasukan Kolonello terus menyerbu dan akhirnya mereka terpojok.
” Ga en versleten de anderen!!!” teriak prajurit Belanda.
Kolonello kelimpungan, sebab ia tidak tahu bahasa Belanda. Tiba-tiba seorang prajurit Belanda berlari menuju hutan. Kolonello kemudian sadar apa yang dimaksud prajurit Belanda itu.
“Cepat kejar dia! Jangan sampai dia melapor kepada atasannya!!”
2 prajurit mengejar prajurit tersebut kedalam hutan. Kolonello segera mengepung sisa prajurit dan mereka tertangkap. Kolonello dan prajuritnya membawa orang-orang Belanda ke Istana Banjar. Mereka ditanya tentang kondisi militer Belanda.
“ Saya sangat bangga dengan kamu Kolonello, strategimu sangat efektif dan sekarang kita mendapatkan informasi tentang militer Belanda.”
“Terima kasih baginda, akan tetapi sebuah prajurit dapat kabur. Saya telah mengirim prajurit saya untuk mencari dia.”
“Baiklah, sekarang istirahat, sebab siapa tahu prajurit itu berhasil kabur.”
“Baiklah.”
Kolonello menuju ke rumahnya tapi tidak dapat tertidur. Ia terus berpikir tentang prajurit yang kabur.
“Bagaimana jika ia berhasil kabur dan telah melapor kepada seluruh militer?”
Kolonello terus berpikir dan pikir sampai malam. Tanpa kesadarannya, ia jatuh tertidur. Ketika telah larut malam, terdengar teriakan ratusan prajurit dari luar. Salah satu prajurit Kolonello datang ke rumahnya dan membangunnya.
“Kapten Kolonello, pasukan Belanda telah datang tiba-tiba! Prajurit yang telah kabur itu berhasil dan telah membawa seluruh militer Belanda!”
“Apa? Dimana Pangeran Antasari?”
“Pemimpin sudah membawa pasukan ke medan perang!”
“Baiklah, ayo kita pergi!”
Kolonello dan pasukannya segera mengejar Pangeran Antasari. Keadaan sangat buruk. Banyak korban telah tewas. Jumlah pasukan Belanda sedikit, tapi senjata mereka sangat kuat. Akan tetapi, pasukan Banjar tidak kalah semangat. Mereka pantang menyerah dan tetap berjuang.
Ketika Kolonello sampai, ia segera mengetahui bahwa pasukan Belanda terlalu tangguh.
“Pangeran, mereka terlalu kuat, ijinkan saya membawa beberapa prajurit untuk menyerang dari belakang.”
“Jangan! Itu terlalu beresiko, mereka akan melihat kamu sebelum bisa menyerang.”
“Tapi saya akan membawa prajurit melewati sungai di hutan. Disitulah saya akan menyerang.”
“Apakah ada sungai di sekitar sini?”
“Ia, ketika saya datang ke Banjar, saya melewati sebuah sungai di hutan.”
“Baiklah, saya ijinkan.”
Kolonello membawa 150 prajurit untuk kembali ke istana. Ini membuat pasukan Belanda berpikir bahwa Banjar telah menyerah.
“Charge! Charge! Ze zijn zwak! Ze trekken zich terug! We zullen ze fijn!” teriak orang Belanda.
Rencana Kolonello berjalan lancar dan ia telah mencapai tujuannya, yaitu berada di belakang pasukan Belanda.
“Serang!” teriak Kolonello
Pasukan Belanda terkejut dan mereka mengarahkan senjata ke Kolonello. Akan tetapi pasukan yang dipimpin Antasari juga menyerbu. Rencana Kolonello berhasil dan Belanda melarikan diri. Kolonello dan prajuritnya berjalan menuju lokasi Pangeran Antasari.
“Kau hebat sekali Kolonello! Rencanamu sukses dan kita menang!”
“Terima kasih baginda.”
Seluruh prajurit sudah merayakan kemenangan mereka. Tapi Kolonello dapat melihat seorang prajurit Belanda yang tidak melarikan diri dan sedang mengarahkan pistol kepada pangeran. “Dor!” Seluruh tentara terkejut, peluru yang seharusnya mengenai pangeran telah mengenai Kolonello. Dengan sisa tenaga Kolonello, ia berkata.
“Maafkan saya Baginda, tapi saya akan mati. Tetaplah menjadi pemimpin yang hebat.”
“Tidak!! Jangan mati! Cepat, bawa dia kembali ke istana!”
Tapi ketika Kolonello telah dibawa ke istana, ia telah meninggal. Tetes air mata jatuh dari banyak prajurit, warga, maupun Pangeran Antasari. Sesudah ia dimakamkan, pangeran memberi pidato.
“Kolonello, ialah prajurit yang hebat. Semangatnya yang membara membawa kemenangan. Sekarang ia telah tiada. Pemuda yang telah berjuang sampai akhir, Ia adalah pahlawan sejati yang telah berperang sampai titik darah terakhir. “
TAMAT
Reflection:
Ini adalah cerpen tentang sebuah anak lelaki yang telah menjadi pahlawan. Dalam cerpen ini, saya bekerja sangat keras, membacanya berulang-ulang untuk membuatnya bagus. Setelah mengoreksi cerpennya, saya mendapatkan cerpen ini yang diatas. Skorku juga lumayan, saya kira akan dapat nilai jelek sebab tulisanku jelek tapi ternyata tidak buruk sekali.